Advertisement
trilogi ronggeng dukuh paruk: Ronggeng Dukuh Paruk Ahmad Tohari, 2020-06-15 Semangat Dukuh Paruk kembali menggeliat sejak Srintil dinobatkan menjadi ronggeng baru, menggantikan ronggeng terakhir yang mati dua belas tahun yang lalu. Bagi pedukuhan yang kecil, miskin, terpencil, dan bersahaja itu, ronggeng adalah perlambang. Tanpanya, dukuh itu merasa kehilangan jati diri. Dengan segera Srintil menjadi tokoh yang amat terkenal dan digandrungi. Cantik dan menggoda. Semua ingin pernah bersama ronggeng itu. Dari kaula biasa hingga pejabat-pejabat desa maupun kabupaten. Namun malapetaka politik tahun 1965 membuat dukuh tersebut hancur, baik secara fisik maupun mental. Karena kebodohannya, mereka terbawa arus dan divonis sebagai manusia-manusia yang telah mengguncangkan negara ini. Pedukuhan itu dibakar. Ronggeng beserta para penabuh calungnya ditahan. Hanya karena kecantikannyalah Srintil tidak diperlakukan semena-mena oleh para penguasa di penjara itu. Namun pengalaman pahit sebagai tahanan politik membuat Srintil sadar akan harkatnya sebagai manusia. Karena itu setelah bebas, ia berniat memperbaiki citra dirinya. Ia tak ingin lagi melayani lelaki mana pun. Ia ingin menjadi wanita somahan. Dan ketika Bajus muncul dalam hidupnya, sepercik harapan timbul, harapan yang makin lama makin membuncah. Tapi, ternyata Srintil kembali terempas, kali ini bahkan membuat jiwanya hancur berantakan, tanpa harkat secuil pun.É Novel ini merupakan penyatuan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dinihari, dan Jantera Bianglala, dengan memasukkan kembali bagian-bagian yang tersensor selama 22 tahun. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Kind Looking Eyes (Versi Bahasa Inggris) Ahmad Tohari, 2015-04-07 This book is an anthology of Ahmad Tohari’s fifteen short-stories that had appeared in countless newspapers between 1983 and 1997. Like his novels, his short-stories always have distinct characteristics. He always portrays the lives of the poor people or the low working class, with all their pain and struggles. Ahmad Tohari knew their lives well. As a result, he was able to weave the stories with a touching sympathy and empathy that can enrich the readers’ mind. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Ronggeng Dukuh Paruk Ahmad Tohari, 2003 Semangat Dukuh Paruk kembali menggeliat sejak Srintil dinobatkan menjadi ronggeng baru, menggantikan ronggeng terakhir yang mati dua belas tahun yang lalu. Bagi pendukuhan yang kecil, miskin, terpencil, dan bersahaja itu, ronggeng adalah perlambang. Tanpanya, dukuh itu merasa kehilangan jati diri. Dengan segera Srintil menjadi tokoh yang amat terkenal dan digandrungi. Cantik dan menggoda. Semua ingin pernah bersama ronggeng itu. Dari kaula biasa hingga pejabat-pejabat desa maupun kabupaten. Namun malapetaka politik tahun 1965 membuat dukuh tersebut hancur, baik secara fisik maupun mental. Karena kebodohannya, mereka terbawa arus dan divonis sebagai manusia-manusia yang telah mengguncangkan negara ini. Pedukuhan itu dibakar. Ronggeng beserta para penabuh calungnya ditahan. Hanya karena kecantikannyalah Srintil tidak diperlakukan semena-mena oleh para penguasa di penjara itu. Namun pengalaman pahit sebagai tahanan politik membuat Srintil sadar akan harkatnya sebagai manusia. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Circle of Fire Michelle Zink, 2011-08-03 With time dwindling but her will to end the Prophecy stronger than ever, Lia sets out on a journey to find the remaining keys, locate the missing pages of the Prophecy, and convince her sister Alice to help--or risk her life trying. Lia has her beloved Dimitri by her side, but Alice has James, the man who once loved her sister--and maybe still does. James doesn't know the truth about either sister, or the prophecy that divides them. And Alice intends to keep it that way. There are some secrets sisters aren't meant to share. Because when they do, it destroys them. This stunning conclusion to Michelle Zink's Prophecy of the Sisters trilogy will make saying good-bye bittersweet for readers. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Guardian of the Gate Michelle Zink, 2010-08-01 In this highly-anticipated sequel to Prophecy of the Sisters, sixteen year-old orphan Lia Milthorpe continues her quest to end an ancient prophecy that has turned generations of sisters against each other. Having now accepted the responsibilities tied to her role as Gate, Lia journeys to the unchartered isle of Altus to continue her search for the missing pages of the Book of Chaos--the pages that could tell her how to end the prophecy once and for all. Along the way, her courage, strength, and soul are tested in ways she never could have imagined. Meanwhile, twin sister Alice continues to hone her spellcasting abilities, completely ignoring the rules that govern the Otherworlds. Alice will stop at nothing to reclaim Lia's role of Gate, and that's not the only thing she wants. There's also Lia's true love, James. The outcome of this battle between sisters will have consequences of Biblical proportion. In the end, only one sister will be left standing. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: The Red Bekisar Ahmad Tohari, 2014 Half-Japanese and half-Javanese Lasi flees from the constraints of her small village to find herself enmeshed in the political corruption of Jakarta. *** The bekisar is a fine crossbreed between jungle fowl and domestic chicken that adorns the houses of the wealthy. Lasi, whose father was a Japanese soldier, fair skinned and beautiful, is such an acquisition for a rich man in Jakarta. She is born in a village where the main source of income is tapping coconut palms for their rich sap, or nira. Her life takes an unexpected turn when she is betrayed by her husband and flees to Jakarta. She meets Mrs. Lanting, procuress for men in high government and social circles, who sells her to the rich Handarbeni. Lasi enjoys the new splendor as a much-desired ornament, but is alarmed when she discovers the marriage is a sham. Kanjat, a childhood friend, is now grown into a man. Lasi and Kanjat rediscover their affection for each other. Their bond is the village, its people and traditions. They struggle to free Lasi from a net of power, corruption, and deceit. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Sastra dan Politik Representasi Tragedi 1965 dalam Negara Orde Baru Yoseph Yapi Taum, 2020-03-04 Teori-teori kritik sastra terbaru memperlihatkan bahwa secara fundamental, sastra terlibat dalam kehidupan konkret manusia, dan bukan hanya sekadar gambaran abstrak sebuah dunia alternatif. Stephen Greenblatt -pelopor kritik New Historicism menolak pandangan bahwa sastra adalah dunia alternatif. Bagi dia, sastra justru mengintensifkan dunia yang satu dan sama ini. Dengan demikian, sesungguhnya tak ada yang tidak politis. Buku ini memperlihatkan tegangan dan dinamika hubungan antara sastra dan politik melalui kajian yang cermat terhadap representasi Tragedi 1965 dalam Negara Orde Baru. Melalui buku ini, pembaca mencermati dan memahami posisi politis dan sumbangan sastra di tengah-tengah perjuangan hidup manusia Indonesia dalam menegakkan derajat dan martabat kemanusiaannya. Mereka harus berhadapan dengan sekelompok penguasa yang juga berjuang dengan gigih untuk menegakkan kekuasaan mereka. Di sini diperlihatkan bentuk-bentuk tanggapan dan perlawanan sastra terhadap hegemoni politis yang dimobilisasi penguasa dalam merepresentasi Tragedi 1965. Buku ini akan menjadi buku pertama yang membahas hubungan antara sastra dan politik. Mahasiswa dan para pakar dari berbagai bidang ilmu yang ingin memahanmi episteme Orde Baru dapat mengambil manfaat dari buku ini. Buku ini memberikan renungan bagi kita semua, bahwa pembangunan adalah untuk manusia, bukan manusia untuk pembangunan. Dimensi humanistik pembangunan merupakan sebuah keniscayaan. Sastra akan terus hadir untuk mengawal pergulatan manusia Indonesia dalam menegakkan martabat kemanusiaannya. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Cermin Jiwa S. Prasetyo Utomo, 2017-07-01 Zahra, seorang dokter muda dan pemain harpa, memiliki kepekaan sosial-spiritual sejak kecil, setelah ditinggal ayahnya berguru ke pesantren. Dia tumbuh sebagai gadis humanis yang senantiasa mempertajam empati kemanusiaannya. Dia juga memiliki—dan terus mengembangkan—kemampuan memetik harpa sebagai ekspresi jiwa dan terapi para pasiennya. Bertugas sebagai dokter di daerah kapur lembah Gunung Bokong, Zahra didera konflik sosial penolakan pembangunan pabrik semen yang merusak lingkungan. Di sana, ia bersua Aryo, wartawan idealis pecinta lingkungan. Dia pun bersahabat dengan Kodrat, tetua adat yang menjadi simbol nurani masyarakat. Terketuklah hatinya untuk terlibat menyelamatkan masyarakat adat. Cermin Jiwa tidak mengisahkan benturan tokoh-tokohnya dalam pandangan dikotomis: baik-buruk, benar-salah, kalah-menang. Peristiwa-peristiwa di dalamnya, yang berkembang menajam sebagai konflik, menjadi latar batin yang memunculkan perkembangan karakter tokoh dalam pencarian spiritualisme dan humanisme. Novel ini serupa “cermin jiwa” yang memantulkan kearifan manusia dalam memaknai keserakahan dan ketamakan atas kepemilikan duniawi. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Ensiklopedi sastra Indonesia , 2009 Encyclopedia of Indonesian literature. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: XPLORE ULANGAN HARIAN SMA / MA IPS KELAS 12 MUSLIHUN S.SI. M.SI., 2020-11-17 Buku ini dilengkapi dengan : - Kumpulan soal-soal terpilih pada masing-masing bab di setiap mata pelajaran - Jenis-jenis soal yang sering muncul dalam ulangan harian, ujian tengah semester, dan ujian akhir semester - Pembahasan soal yang singkat dan mudah dipahami - BONUS APLIKASI ANDROID SMA/MA, CBT UN SMA/MA dan Buku Elektronik Macam-macam MAPEL sebagai berikut : - Bahasa Indonesia - Bahasa Inggris - Matematik - Ekonomi - Geografi - Sejarah - Sosiologi FREE SCAN BARCODE : - BSE SMA/MA IPS Kelas 11 - Ujian Semester SMA/MA IPS Kelas 11 - E-book UN SMA/MA IPA |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Sastra Nasionalisme Pascakolonialitas Katrin Bandel, 2013-10-07 Pengantar Katrin Bandel Bagi saya, salah satu unsur terpenting dalam penulisan esei adalah memposisikan diri. Memposisikan diri bisa dimaknai sebagai “berpendapat”, dalam arti mengekspresikan pandangan atau penilaian mengenai permasalahan tertentu. Namun dalam perkembangannya, khususnya dalam jangka waktu tujuh tahun yang terdokumentasikan dalam kumpulan esei ini, usaha memposisikan diri juga semakin sering dan semakin eksplisit saya kaitkan dengan peta relasi kekuasaan global dan posisi saya sendiri di dalamnya. Sebagai perempuan berkulit putih asal Eropa yang menulis dalam bahasa Indonesia, di manakah saya berdiri? Ada persoalan apa dengan identitas saya sebagai perempuan berkulit putih asal Eropa, dan apa kaitannya dengan kegiatan tulis-menulis yang saya geluti? Untuk menjawab pertanyaan itu, saya ingin berangkat dari sebuah anekdot yang diceritakan pemikir pascakolonial asal India Gayatri Chakravorty Spivak dalam sebuah dialog seputar masalah representasi: I will have in an undergraduate class, let’s say, a young, white male student, politically-correct, who will say: ‘I am only a bourgeois white male, I can’t speak.’ In that situation—it’s peculiar, because I am in the position of power and their teacher and, on the other hand, I am not a bourgeois white male—I say to them: ‘Why not develop a certain degree of rage against the history that has written such an abject script for you that you are silenced?’ (Gayatri Chakravorty Spivak 1993, hlm. 197) (Misalnya, dalam sebuah kelas untuk matakuliah S1 yang saya ampu akan ada seorang mahasiswa laki-laki muda berkulit putih yang, karena ingin bersikap politically-correct, akan berkata: ‘Saya hanya laki-laki borjuis kulit putih, saya tidak bisa bicara.’ Dalam situasi tersebut—dan situasi itu memang unik, sebab saya dalam posisi berkuasa sebagai dosen mereka, tapi di sisi lain, saya bukan laki-laki borjuis berkulit putih—saya akan kemudian berkata pada mereka: ‘Kenapa Anda tidak mencoba untuk, sampai tingkat tertentu, menumbuhkan kemurkaan dalam diri Anda terhadap sejarah yang telah menuliskan naskah yang begitu keji bagi Anda, sehingga kini Anda tidak dapat bicara?’) Mengapa mahasiswa laki-laki borjuis berkulit putih itu merasa “tidak bisa bicara”? Mahasiswa tersebut tampaknya berangkat dari kesadaran bahwa identitasnya cenderung menempatkannya pada posisi yang sangat diuntungkan. Untuk masa yang cukup lama, justru umumnya hanya laki-laki borjuis berkulit putih yang bisa dan berhak bicara, dalam arti diberi kesempatan untuk menyuarakan pandangannya secara publik dan dengan demikian berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan (baik secara nasional/lokal maupun global). Manusia lain— perempuan, kelas buruh, orang berkulit coklat atau hitam—umumnya hanya dibicarakan, namun tidak diberi kesempatan untuk ikut bersuara. Political correctness yang disebut dalam anekdot di atas berdasar pada kesadaran akan ketidakadilan kondisi tersebut. Meskipun sampai saat ini tetap saja terdapat cukup banyak laki-laki borjuis berkulit putih yang berbicara dengan suara otoritatif seperti sediakala, di bidang-bidang akademis tertentu kini situasi telah berubah secara cukup substansial. Suara-suara lain kini ikut hadir, tidak jarang untuk menyampaikan gugatannya, antara lain lewat perspektif teoritis yang dikembangkan misalnya dalam Kajian Pascakolonial, Kajian Gender dan Kajian Budaya. Berangkat dari kesadaran akan perkembangan tersebut, di manakah kini posisi seorang laki-laki borjuis berkulit putih? Selain posisi otoritatif yang cenderung meniadakan perspektif lain, masih adakah pilihan lain yang tersedia? Tampaknya mahasiswa dalam anekdot Spivak di atas tidak melihat adanya alternatif apa pun, sehingga dia merasa satu-satunya pilihan adalah diam. Saya memang bukan laki-laki. Tapi sebagai orang Eropa berkulit putih yang berasal dari kelas menengah, saya tetap merasa tersapa oleh anekdot yang diceritakan Spivak. Sesuai dengan yang dikatakan Spivak, tidak jarang saya merasa ada semacam script (naskah) yang sudah disediakan untuk saya, dan script tersebut memang kurang mengenakkan. Apabila saya setia pada bidang studi yang saya pilih semasa kuliah (di dunia Barat), saya “seharusnya” menjadi indonesianis yang berperan menjelaskan kebudayaan Indonesia kepada orang sebangsa saya, atau kepada “komunitas akademis internasional” (alias komunitas akademis berbahasa Inggris). Dengan kata lain, saya seharusnya menduduki posisi otoritatif sebagai “ahli Indonesia” yang diberi wewenang khusus untuk berbicara mengenai Indonesia dalam forum-forum tertentu, dengan catatan bahwa sampai saat ini orang Indonesia sendiri kerapkali kurang memiliki akses untuk ikut bersuara dalam forum tersebut. Dari manakah datangnya script tersebut? Dalam karya monumentalnya Orientalism (1978) yang kerapkali disebut sebagai tonggak awal Kajian Pascakolonial, Edward Said mendeskripsikan betapa dalam tradisi pemikiran Barat tumbuh sebuah wacana khusus mengenai “Orient” (“Timur”), yaitu wacana “orientalisme”. “Timur” dipelajari sebagai sebuah entitas yang konon memiliki ciri khas sendiri, sehingga berbeda secara substansial dari “Barat”. Lewat wacana itu hadirlah sebuah suara otoritatif yang mendefinisikan dan menguasai “Timur”. Otoritas suara di sini secara langsung berkaitan dengan kekuasaan sebab wacana orientalisme berkembang bersamaan dengan kolonialisme. Pengetahuan tentang “Timur” dan penjajahan fisik saling menopang. Di dunia akademis, orientalisme antara lain mengambil bentuk institusi-institusi khusus yang melakukan atau mendukung studi mengenai “budaya oriental”. Struktur semacam itu kerapkali masih berbekas sampai saat ini, meskipun orientasi keilmuannya tentu saja sudah mengalami banyak perubahan. Misalnya, saat saya kuliah di Universitas Hamburg, Jerman, fakultas tempat saya mempelajari budaya Indonesia masih bernama “Orientalistik”. Jurusan yang saya ambil, yaitu jurusan “Bahasa dan Budaya Austronesia” (di mana bahasa Indonesia dipelajari sebagai bagian dari rumpun bahasa Austronesia), merupakan salah satu jurusan tertua di universitas itu sebab jurusan itu berawal sebagai sebuah “institut kolonial”. Jerman memang sempat memiliki beberapa koloni di wilayah tersebut, yaitu di kepulauan Pasifik dan di Papua. Struktur-struktur semacam itu ikut melanggengkan relasi kekuasaan global yang timpang. Universitas di negara-negara Barat mempelajari budaya-budaya di seluruh dunia, kemudian pengetahuan tersebut dipublikasikan dalam bahasa Inggris atau bahasa Eropa lainnya di media-media akademis yang dipandang bergengsi dan terpercaya. Manusia-manusia yang budayanya dipelajari tersebut kerapkali melakukan hal sebaliknya, yaitu mempelajari bahasa dan budaya Barat, namun bukan dalam rangka memperoleh suara otoritatif seperti manusia Barat yang membicarakan “Timur”. Akses terhadap dunia Barat dirasakan perlu sebab pada kenyataan memang pengetahuan dan gaya hidup Barat tetap (atau bahkan semakin?) dominan secara global. Bahkan tidak jarang budaya sendiri kemudian dipelajari lewat pengetahuan Barat, misalnya lewat tulisan peneliti asing (orientalis). Sebagai manusia Eropa berpendidikan orientalis, saya tidak mungkin mengelak dari wacana tersebut. Namun meskipun secara institusional struktur-struktur orientalis yang hierarkis itu tetap dipertahankan, manusia-manusia yang bekerja dalam struktur tersebut belum tentu sepenuhnya patuh padanya. Misalnya, sebagian peneliti Barat yang bekerja di bidang “Studi Asia-Afrika” (untuk menyebut salah satu istilah yang telah menggantikan istilah “orientalisme” pada masa kini, termasuk di almamater saya Universitas Hamburg) kini bersikap kritis terhadap struktur-struktur tersebut, dan mengekspresikan kritik itu dalam tulisan-tulisan mereka. Di samping itu, usaha untuk lebih melibatkan suara-suara non-Barat dalam produksi pengetahuan tersebut pun banyak dilakukan. Dalam pengalaman pribadi saya, struktur yang timpang tersebut pada mulanya hanya saya rasakan secara samar-samar saja. Saat kuliah, saya tidak memiliki kesadaran politis yang cukup kuat, dan saya pun tidak pernah berkesempatan mempelajari teori pascakolonial atau teori-teori lain yang dapat membantu saya untuk sampai pada sebuah semangat yang lebih kritis dalam memandang dunia. Yang saya alami pada tahap itu hanya semacam perasaan kurang nyaman dan kurang termotivasi untuk memasuki dunia akademis di mana saya diharapkan memproduksi tulisan-tulisan berbahasa Jerman atau Inggris mengenai Indonesia. Untuk siapakah saya menulis, dan apa yang ingin dan perlu saya sampaikan? Pekerjaan tersebut terasa hambar dan kurang mengasyikkan. Perjalanan hidup kemudian membawa saya menetap dan bekerja di Indonesia. Disebabkan oleh kondisi hidup tersebut, saya lalu mulai aktif menulis dan berpublikasi bukan dalam bahasa Jerman atau Inggris, tapi dalam bahasa Indonesia. Hal itu pada mulanya saya lakukan sama sekali bukan disebabkan oleh sebuah semangat “heroik” untuk melawan struktur kekuasaan wacana akademis, namun sekadar mengikuti naluri dan keasyikan berkarya. Dengan menulis di Indonesia dalam bahasa Indonesia, saya merasa menyapa audiens yang jelas (yaitu orang-orang yang menaruh minat pada sastra Indonesia), dan lewat respon dan apresiasi yang saya peroleh saya pun merasakan betapa kontribusi tersebut memberi manfaat yang nyata bagi pembaca saya. Maka kemudian fokus pada tulisan dalam bahasa Indonesia pun berlanjut. Dalam perkembangannya, kadang-kadang terbersit niat untuk menulis dalam bahasa Inggris atau Jerman, dilandasi semacam rasa keharusan dan kecemasan. Pada awalnya saya tidak merefleksikannya lebih jauh, tapi saya sekadar secara samar-samar merasa bahwa ada yang aneh atau keliru pada perjalanan penulisan dan karir akademis saya. Sepertinya saya sedang “salah jalur”: bukan inilah pekerjaan yang “seharusnya” saya lakukan sebagai indonesianis! Namun karena permintaan untuk menyumbang tulisan dalam bahasa Indonesia atau menjadi pembicara dalam acara-acara berbahasa Indonesia terus-menerus berdatangan, dan berbagai perdebatan dan perkembangan di dunia sastra Indonesia terus memancing saya untuk ikut bersuara, rencana untuk menulis dalam bahasa Jerman atau Inggris itu sangat jarang terwujud. Saya tetap asyik menulis dalam bahasa Indonesia. Seiring dengan waktu, fokus pada tulisan dalam bahasa Indonesia semakin saya mantapkan sebagai pilihan yang memberi saya kesempatan untuk menduduki posisi yang sedikit unik. Peta relasi kekuasaan global yang saya gambarkan di atas semakin tampak bagi saya. Dengan demikian, perjalanan karir yang “salah jalur” itu pun berubah makna, yaitu menjadi keistimewaan yang saya syukuri. Tanpa pernah merencanakannya dengan sadar, saya rupanya sudah menyimpang dari script yang disediakan bagi saya. Meskipun tentu saja saya tetap tidak dapat sepenuhnya mengelak dari wacana orientalisme, paling tidak secara institusional saya kini berada pada jalur yang agak berbeda. Kumpulan esei ini mendokumentasikan perjalanan penulisan saya selama tujuh tahun terakhir, yaitu masa yang membawa saya kepada kesadaran semakin kritis akan relasi kekuasaan global yang membentuk dunia intelektual tempat saya berkarya. Dalam anekdot yang saya kutip di atas, Spivak menganjurkan sebuah “kemurkaan” atas “script keji” yang disediakan bagi kami, manusia keturunan penjajah yang mesti berhadapan dengan berbagai bentuk ketidakadilan yang disebabkan oleh ulah bangsa-bangsa kami. Kemurkaan semacam itu yang coba semakin eksplisit saya kembangkan dan saya ekspresikan dalam esei-esei saya. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Rahasia Penulis Hebat Rumah Dunia, 2013-07-25 Ada yang bilang, buku adalah jendela dunia. Dengan buku, kita dapat bertualang ke tempat-tempat yang paling jauh dan bahkan mustahil untuk kita kunjungi. Kita dapat begitu terlibat di dalam cerita, suasana, dan lokasi yang digambarkan penulis. Setting yang digambarkan dengan baik bahkan dapat menambah hidup para tokoh yang ada dalam sebuah kisah. Apa rahasia para penulis sampai bisa menarik pembaca untuk masuk ke dunia di dalam karya mereka? Temukan jawabannya di buku Rahasia Penulis Hebat Membangun Setting Lokasi ini! Ditulis oleh 14 penulis terkemuka Indonesia (Akmal Nasery Basral, Ary Nilandari, Benny Arnas, Ceko Spy, Chairil Gibran Ramadhan, Clara Ng, Gol A Gong, Hanna Fransisca, Hilal Ahmad, Ifa Avianty, Iwok Abqary, Reni Erina, Sunlie Thomas Alexander & Tria Ayu K.), buku ini membocorkan resep-resep andalan menciptakan setting di dalam karya fiksi. Lengkapi koleksi ini dengan memiliki juga seri sebelumnya yang berjudul Rahasia Penulis Hebat Menciptakan Karakter Tokoh. Setelah membacanya, jangan lupa dipraktekkan ya! :) |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Proses Kreatif Jilid 4 , |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Ringkasan dan ulasan novel Indonesia modern Maman S. Mahayana, 2007 Summary and criticism of modern Indonesian novels. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Empat amanat hujan Achi T. M., 2010 |
trilogi ronggeng dukuh paruk: An1magine An1mage Team, M.S. Gumelar, Archana Universa, |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Master Bahasa Indonesia Ainia Prihantini, 2015-07-30 Fasih berbicara bahasa Indonesia belum tentu tahu tata bahasa Indonesia yang baik dan benar, bukan? Ketika menulis, terkadang kita dihadapkan pada permasalahan terkait penempatan tanda baca, penulisan nama atau gelar, penyusunan kutipan, dan sebagainya. Ya, dalam bahasa Indonesia, ragam bahasa tulis berbeda dengan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, buku ini hadir untuk membantumu, karena berisi panduan lengkap struktur tata bahasa Indonesia, yang meliputi: - Kaidah penggunaan kata baku dan kata tidak baku - Kaidah penulisan tanda baca, imbuhan, kutipan, dan daftar pustaka - Kaidah penggunaan kata serapan dan pengindonesiaan kata nama - Kaidah penulisan surat resmi, karya ilmiah, resensi, editorial, artikel, esai, pidato, dan sebagainya - Unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra - Periodisasi kesusastraan Indonesia - Daftar kesalahan dalam berbahasa Indonesia - Daftar kata baku dan tidak baku - Daftar singkatan dan akronim - Kumpulan majas, idiom, dan peribahasa Indonesia - Kamus mini bahasa Indonesia [Mizan, Bentang Pustaka, Bahasa Indonesia, Kata, Kalimat, Indonesia] |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Metro Gola Gong, 2005-01-01 Jakarta. Kota metropolitan yang sudah terlanjur dicap dengan kehidupan masyarakatnya yang glamour, egois, individualis dan materialistis. Dengan gaya metroseksual, sebagai orang Jakarta tidak peduli dengan kehidupan sosial disekitarnya. Karena itu GolaGong tergugah untuk menyampaikan pesan moral tersebut melalui novel terbarunya, METRO. Novel yang beraroma kekerasan jalanan, yang kuat nuansa islaminya. Bercerita tentang tokoh yang bernama Baron, petinju yang juga petarung bebas. Dia hidup dilingkungan yang penuh dengan maksiat. Tiba-tiba saja dia melihat bulan sabit dan bintang serta mendengar alunan suara adzan. Pertanda apakah itu? Metro, sebuah novel yang mempertanyakan jiwa sosial, jati diri dan solidaritas kita di tengah masyarakat hedonis. -GagasMedia- |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Dari zaman citra ke metafiksi Adrianus Pristiono, 2010 Criticism on modern Indonesian literatures. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Dari Zaman Citra Ke Metafiksi Dewan Kesenian Jakarta, 2010-01-14 Buku merupakan acuan penulisan telaah sastra Indonesia kontemporer. Pembaca dapat menemukan apa saja isu-isu mutakhir dalam sastra Indonsia dan teori-teori yang dipakai untuk membahas karya sastra. Buku ini bisa menjadi pegangan para kritikus sastra, pesastra, akademisi, mahasiswa, pelajar, dan pembaca sastra pada umumnya. Telaah sastra kita hari ini bergerak di antara cultural studies dan pemberhalaan teori. Cultural studies cenderung menempatkan karya sastra sebagai catatan sosial, pemberhalaan teori membuat penelaah karya takluk di hadapan teori. Situasi ini membuat karya sastra kurang merdeka, dan kadang susah dinikmati. Buku ini menangkap gelagat itu dengan menampilkan telaah 13 penulis hasil dua kali sayembara Dewan Kesenian Jakarta 2007 dan 2009. Ikut dibahas dalam tulisan mereka novel Cala Ibi (Nukila Amal),Misteri Perkawinan Maut (S. Mara Gd),Saman(Ayu Utami),Jangan Main-main (dengan Kelaminmu) (Djenar Maesa Ayu), puisi Acep Zamzam Noor, dan Afrizal Malna. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Mozaik Sastra Indonesia Kinayati Djojosuroto, Trully Wungouw, 2023-03-03 Bacaan sastra seperti yang tersaji dalam Mozaik Sastra Indonesia ini, merupakan kumpulan tulisan yang pernah dimuat di berbagai media massa, ditulis oleh berbagai pakar dari perguruan tinggi, sastrawan dan para pemerhati sastra antargenerasi. Generasi tua dan pakar sastra yang tulisannya dimuat dalam antologi ini antara lain Asrul Sani, Arief Budiman, Wiratmo Soekito, Abdul Hadi W.M., dan Wilson Nadeak. Sastrawan generasi muda dan pemerhati sastra yang tulisannya dimuat dalam antologi ini adalah Agus R. Sarjono (Majalah Horizon) Agus Noor (cerpenis), Ahmad Subbanuddin Alwy (penyair). Para dosen di perguruan tinggi yang tulisannya dimuat dalam antologi ini antara lain Maman S. Mahayana (Universitas Indonesia), Sunaryono Basuki Ks (IKIP Singaraja), Suroso (Universitas Negeri Yogyakarta), Yusrizal Kw (Universitas Andalas Padang), dan Kinayati Djojosuroto (Universitas Negeri Jakarta). Antologi ini berisi 23 tulisan yang diambil dari berbagai media cetak seperti Kompas, Republika, Media Indonesia, Pelita, dan Horizon. Antologi ini diklasifikasi menjadi 6 topik yaitu (1) Sastra Mozaik Sastra Indonesia| 7 dan Konteks, (2) Sastra dan Imajinasi, (3) Sastra dan Pluralisme, (4) Mozaik Sastra Indonesia, (5) Sastra Saiber, dan (6) Sastra dan Kreativitas Pengarang. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Pengantar sejarah sastra Indonesia Yudiono K. S., 2010 History of Indonesian literature of the 20th century. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Dimensi Profetik Dalam Puisi Gusmus Abdul Wachid B.S., 2024-10-04 Dimensi Profetik puisi Gus Mus, sebagaimana kajian yang dilakukan oleh Abdul Wachid B.S. ini, saya kira bisa menjadi rujukan estetik dalam memahami semesta hidup Gus Mus yang penuh cinta denqan kasih sayang. Buku ini diharapkan mampu membangkitkan kesadaran manusia untuk selalu menjunjung tinggi kemuliaan Nabi Muhammad Saw., melalui puisi-puisi Gus Mus, sebagai referensi dalam berakhlak, juga sebagai tanda bahwa mencintai ulama, Gus Mus salah satunya, merupakan wujud cinta kepada Allah Swt dan Nabi Muhammad Saw. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Pahlawan Dan Pecundang Militer Dalam Novel-Novel Indonesia Aprinus Salam, Ramayda Akmal, 2018-04-25 Buku ini membahas bagaimana militer diceritakan, dideskripsikan, dan direpresentasikan dalam novel-novel Indonesia. Hal itu perlu dikaji karena relasi antara militer dan kesusastraan Indonesia merupakan salah satu kajian penting yang tidak bisa diabaikan. Beberapa ulasan yang ditemukan masih bersifat uraian sekilas dan kurang mendalam. Menelusuri relasi ini secara lebih terperinci berarti menelusuri sejarah serta perkembangan sosial, politik, dan budaya Indonesia. Penulisan buku ini membandingkan wacana militer dalam novel-novel pasca Orde Baru dengan novel-novel pada masa sebelumnya seperti pada masa kolonial Belanda, pendudukan Jepang, Orde Lama, dan Orde Baru. Perbandingan berdasarkan perbedaan setting sosial dan politik ini penting demi kelengkapan penelitian. Pengertian militer dalam kajian ini memiliki cakupan yang luas. Militer bukan hanya berarti sekelompok orang yang diorganisasi suatu negara dengan berbagai aturan dan kedisiplinan untuk melakukan pertempuran dan pertahanan. Dalam kajian ini, ulasan mengenai militer tidak semata berkaitan dengan fungsi defensi ataupun ekspansinya, tetapi mencakup kehidupan personal orang-orang di dalamnya, terutama menyangkut semangat, ideologi, kondisi psikologis, dan persepsi-persepsi mereka terhadap dunia. Dengan demikian, kemunculan wacana militer dalam karya sastra Indonesia membutuhkan intepretasi. Untuk itu, kerja dan metode yang dilakukan Foucault menjadi contoh dan perbandingan dalam rangka menjalankan kerja analisis terhadap wacana militer dalam novel-novel Indonesia. Penulisan buku tentang wacana militer dalam novel-novel Indonesia ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoretis dari penulisan ini adalah menarasikan dan mendeskripsikan wacana militer dalam novel-novel Indonesia pasca Orde Baru serta menelusuri konteks yang melahirkan wacana-wacana tersebut. Dengan menggunakan pendekatan analisis wacana Foucault dan peranti-peranti teori pendukung lainnya, kemunculan wacana militer dalam novel-novel, kaitannya dengan konteks, serta ideologi di dalam teksnya dapat diformulasikan. Tujuan praktis penelitian ini adalah memberikan alternatif pemahaman kepada pembaca tentang diskursus militer-sipil dengan memunculkan perspektif yang lebih beragam tentang wacana militer dalam novel-novel Indonesia. Buku ini menyajikan narasi dan deskripsi wacana militer dalam novel-novel kajian, penjelasan konteks yang menghasilkan wacana-wacana tersebut, dan persoalan yang berkaitan dengan ideologi teks. [UGM Press, UGM, Gadjah Mada University Press] |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Trik Top Kuasai UN USBN SMP MTs 2019 Dr. Iwan Kuswidi, M.Sc., Inilah beberapa alasan spektakuler yang menjadikan buku ini HARUS kalian miliki: • Ditulis oleh Penulis-Penulis Terbaik dan Berkompeten Buku ini ditulis oleh para penulis yang berkompeten dan berprestasi di bidangnya masing-masing, yakni matematika, bahasa Indonesia, dan ilmu pengetahuan alam (IPA). Inilah yang membuat buku ini sangat layak dijadikan sebagai acuan belajar. • Berisi Soal-Soal UN SMP/MTs yang Telah Diujikan dan Prediksinya Buku ini menyuguhkan soal-soal UN/USBN SMP/MTs yang telah diujikan pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu tahun 2014, 2015, 2016, 2017, dan 2018. Dan, hebat-nya, disajikan pula prediksi soal-soal USBN tahun 2019. Dengan berlatih mengerjakan soal-soal ini, kalian pasti akan lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. • Dilengkapi kunci jawaban dan pembahasan Semua soal di dalam buku ini dilengkapi dengan kunci jawaban dan pembahasannya. Pembahasan disampaikan secara detail, dan tentunya mudah dipahami. • Disertai Bonus CD Simulasi CBT UN SMP/MTs dan APPS Android Kalian pasti tidak akan bosan belajar soal dalam buku ini. Sebab, buku ini disertai bonus CD simulasi CBT UN/USBN SMP/MTs dan APPS Android. Jadi, kalian bisa belajar dengan beragam cara yang asyik. Selling point 1: - Soal-Soal UN SMP/MTs Tahun 2014 - Soal-Soal UN SMP/MTs Tahun 2015 - Soal-Soal UN SMP/MTs Tahun 2016 - Soal-Soal UN SMP/MTs Tahun 2017 - Soal-Soal USBN SMP/MTs Tahun 2018 - Soal-soal USBN SMP/MTS Prediksi Tahun 2019 Selling point 2: - Matematika - Bahasa Indonesia - Bahasa Inggris - Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Sastra Pencerahan Abdul Wachid BS, Buku ini merupakan penyatuan dua bunga rampai esai karya Abdul Wachid B.S. yang telah terbit sebelumnya, yakni Sastra Pencerahan (2005) dan Membaca Makna dari Chairil Anwar ke A. Mustofa Bisri (2005). Buku ini hadir sebagai satu ikatan atas gagasan-gagasan mengenai dunia kesusastraan di Indonesia dari seorang penyair yang juga seorang akademisi sastra. Buku pertama berisi esai-esai yang merespons persoalan-persoalan sastra di Indonesia yang kontekstual dengan kondisi sosial politik era Orde Baru. Buku kedua berisi esai analisis mengenai perpuisian modern para penyair di Indonesia. Judul Sastra Pencerahan untuk penerbitan edisi kedua ini dipilih justru bermaksud untuk didiskusikan, sebab sebagian besar esai di sini merupakan gambaran bagaimana karya sastra menjadi bagian penting dari upaya pencerahan suatu zaman, dan boleh jadi, pada gilirannya, sastra kemudian juga perlu dicerahkan melalui kritik yang bernas. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Teori Pengkajian Fiksi Burhan Nurgiyantoro, 2018-08-14 Sebuah cerita fiksi hadir di hadapan pembaca secara menyeluruh dan sekaligus sebagai sebuah kesatuan. Fiksi dibangun oleh berbagai unsur intrinsik pendukungnya, namun tiap unsur itu tidak hadir secara sendiri-sendiri dan terpisah. Semua unsur intrinsik pendukung eksistensi sebuah karya fiksi, saling berkaitan secara erat untuk secara bersama membentuk sebuah kemenyeluruhan indah dan padu. Namun, ketika diminta untuk menjelaskan keindahan sebuah karya fiksi, kita mau tidak mau berpikir bagaimana “kualitas”, fungsi, dan hubungan antarunsur pendukung itu dalam keseluruhannya. Artinya, kita harus berpikir analitis, berpikir tentang eksistensi tiap unsur. Secara intuitif orang dapat merasakan keindahan sebuah cerita fiksi. Tetapi, ketika diminta untuk menjelaskannya, kita menjadi terbata-bata. Sungguh, keindahan lebih mudah dirasakan daripada dijelaskan. Sebagaimana edisi sebelumnya, buku ini hadir dengan mengemukakan berbagai unsur intrinsik pendukung eksistensi sebuah karya fiksi. Secara teoretis unsur-unsur itu dapat dikenali dan dijelaskan kualitas, fungsi, dan saling hubungannya. Hal-hal itu semua diperlukan sebagai salah satu syarat untuk memahami dan menjelaskan keindahan cerita fiksi, merupakan “bekal” untuk masuk ke dunia fiksi. Maka, ia mesti dibutuhkan oleh mahasiswa jurusan bahasa dan sastra atau peminat. Kehadiran buku ini tampak mendapat sambutan yang cukup baik yang terlihat dari banyaknya edisi cetak ulang. Untuk itu, pada terbitan kali ini dilakukan revisi. Perkembangan ilmu kesastraan sebagai bagian dari ilmu-ilmu humaniora sebenarnya tidak secepat sain dan teknologi, maka berbagai hal yang dikemukakan pada waktu penulisan buku ini, sebenarnya boleh dikatakan tidak ketinggalan zaman. Maka, revisi lebih dalam pengertian menambah dan melengkapi kekurangan-kekurangan. Itu pun sebenarnya hanya mencakup sebagian kecil saja. Tujuan penulisan ini lebih dimaksudkan untuk memahamkan mahasiswa (atau peminat) tingkat awal pada fiksi sehingga lebih dapat menikmatinya. Jadi, pembicaraan buku ini lebih cenderung ke aspek sruktural pembangunnya. Tambahan lain buku ini adalah kini dilengkapi dengan glosarium dan indeks. [UGM Press, UGM, Gadjah Mada University Press] |
trilogi ronggeng dukuh paruk: KOMUNIKASI DAN SENI SASTRA Yaredi Waruwu, Misnawaty Usman, Nasikhatul Ulla Al Jamiliyati, Maguna Eliastuti, Etty Umamy, Dadi Waras Suhardjono, Tobias Nggaruaka, Welsi Damayanti, Imelda Oliva Wissang, Eka Harisma W, Maria Binur Fransiska Manalu, 2024-06-03 Buku dengan judul Komunikasi dan Seni Sastra dapat selesai disusun dan berhasil diterbitkan. Kehadiran Buku Komunikasi dan Seni Sastra ini disusun oleh para akademisi dan praktisi dalam bentuk buku kolaborasi. Walaupun jauh dari kesempurnaan, tetapi kami mengharapkan buku ini dapat dijadikan referensi atau bacaan serta rujukan bagi akademisi ataupun para profesional mengenal Komunikasi dan Seni Sastra. Sistematika penulisan buku ini diuraikan dalam dua belas bab yang memuat tentang pengantar komunikasi dalam seni sastra, teori komunikasi dalam kajian sastra, seni bahasa dalam karya sastra, narasi dan plot sebagai alat komunikasi sastra, simbolisme dan metafora dalam sastra sebagai komunikasi, sastra sebagai ekspresi komunikasi budaya, interpretasi dan resepsi dalam komunikasi sastra, sastra sebagai media komunikasi politik dan sosial, seni sastra sebagai sarana komunikasi spiritual, tantangan dan peluang komunikasi dalam sastra kontemporer, sastra sebagai bentuk komunikasi visual dan multimedia, dan refleksi dan prospek komunikasi dalam seni sastra. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: MEMELIHARA YANG TERSERAK Contoh Kecil Menulis Kreatif di Media Massa Dr. Dedi Pramono, M.Hum. , 2025-05-28 Memberikan pembelajaran untuk berkreativitas kepada generasi muda (miaslnya mahasiswa) bukan persoalan yang mudah. Apalagi kreativitas dalam bidang tulis menulis dan menuangkan ide secara bebas namun bermakna. Di samping masih sangat langkanya kemauan membaca, juga diakibatkan situasi kini yang lebih mendorong generasi muda lebih menyukai gambar, oral, dan dibumbui kejutan humor, politik dan lainnya (misalnya pada gejala tinggi ratting podcast). Namun demikian, sebagai pendidik penulis tetap terus berupaya bejuang agar generasi milenial tetap menyukai membaca dan menulis. Buku ini merupakan upaya memberikan contoh kepada generasi muda untuk berani menulis dengan bebas. Tanpa selalu dihantui harus ada ide-ide hebat juga dikungkung kaidah kebahasaan yang kaku. Buku ini merupakan kumpulan tulisan penulis selama beberapa tahun yang terbt di surat kabar local maupun nasional. Buku tersebut saat muncuya banyak diapresiasi karena membicarakan hal-hal kecil mungkin sepele tetapi dapat memberikan pencerahan wawasan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, kumpulan tulisan ini dapat memberi dorongan kuat dan gairah kepada generasi muda untuk juga mau dan mampu menuangkan idenya, walau sekecil apa pun. Merasa bahwa masih banyak tulisan yang masih relevan dengan dinamika zaman maka penulis mengumpulkan kembali tulisan lainnya untuk dijadikan buku secara mandiri. Buku ini diberi judul Memelihara Yang Terserak bermula dari kegiatan penulis membuka-buka kembali file dokumen, baik hardcopy maupun softcopy pada perpustakaan keluarga. Ternyata masih cukup banyak tulisan dengan beragam pikiran yang pernah penulis tayangkan di media massa yang tamaknya masih relevan untuk disampaikan ke masyarakat pada zaman milenial ini. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: PANDUAN LENGKAP MENULIS KREATIF Proses, Keterampilan dan Profesi DIDIK KOMAIDI, S.Ag.,M.Pd.,, 2017-06-06 Panduan lengkap tentang tata cara dan teknik menulis kreatif. Seperti puisi, cerpen, novel, esai sastra, skenario, dan naskah lakon. Dilengkapi dengan contoh-contoh karya kreatif tersebut sekaligus metode pembelajarannya. Memuat contoh penulisan ragam karya kreatif yang aktual sekaligus metode pembelajarannya. Selain itu, penulis buku ini telah menghasilkan ratusan karya yang dimuat di berbagai media massa, dan juga puluhan buku yang sudah diterbitkan. Jadi, pemaparan dalam buku ini sangat empiris dan karenanya layak menjadi panduan bagi siapa saja. Ukuran: 14x20 Halaman: 232 Kertas: bookpaper |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Satu Anak Satu Kurikulum Rohmani, SPd., MA, Judul : Satu Anak Satu Kurikulum Penulis : Rohmani, SPd., MA. Ukuran : 14,5 x 21 cm Tebal : 216 Halaman No ISBN : 978-623-497-141-5 Sinopsi Buku Dunia pendidikan dewasa ini tereduksi menjadi dunia sekolah, sistemnya menjadi system persekolahan. Itu pun menjadi kegiatan belajar di kelas. Tetapi, Pendidikan formal di sekolah telah mendominasi klaim Pendidikan dan kesuksesan hidup murid. Pendidkan yang masih memandang kelas sebagai kumpulan murid-murid. Interaksi antara guru dengan sekumpulan murid-murid di kelas. Padahal setiap murid adalah berbeda, unik dan special. Bahkan Murid selalu berbeda dari waktu ke waktu. “Guru tidak pernah menemui kelasnya dua kali, karena pasti Guru yang berbeda dan murid yang lain” Satu Anak Satu Kurikulum. Menelusuri filsafat pendidikan yang menjadi pangkal ontologinya. Membedah dan menawarkan tata kelola dan kurikulumnya. Desentralisai parsial dan otonomi satuan Pendidikan dalam pengembangan kurikulum. Guru yang akan menjadi eksekutor kurikulum. Kritik yang tajam paradigmatik, provokatif, tetap subtantif disertai tawaran yang solutif. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Top Modul: Lulus UN SMP-MTs 2018 Tim Smart Genesis, Salah satu tolak ukur kelulusan siswa yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah Ujian Nasional. Siswa yang mampu menyelesaikan soal Ujian Nasional, juga akan dinyatakan lulus dalam pendidikan yang sedang ditempuh. Oleh karena itu, Ujian Nasional masih menjadi momok menyeramkan bagi siswa. Agar dapat menjawab soal-soal Ujian Nasional dengan benar, maka siswa perlu latihan soal secara rutin. Buku Top Modul Bedah Kisi-Kisi UN SMP 2018 ini berisi latihan soal yang akan memudahkan siswa dalam menghadapi Ujian Nasional. Soal-soal terdiri dari soal Ujian Nasional terdahulu, yakni tahun 2010 sampai 2017, dan prediksi jitu Ujian Nasional tahun 2018. Masing-masing soal terdiri soal mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris dan IPA. Buku ini juga dilengkapi dengan kunci jawaban dan pembahasan. Kunci jawaban dan pembahasan dikemas dengan bahasa yang jelas, rinci, dan mudah dipahami. Dengan rutin belajar dan latihan soal, maka siswa tidak perlu takut lagi dengan Ujian Nasional. Tidak hanya itu, buku ini juga dilengkapi EKSTRA BONUS yang akan semakin menunjang kamu sukses menghadapi Ujian Nasional. |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Bekisar merah Ahmad Tohari, 2011 Bekisar adalah unggas elok, hasil kawin silang antara ayam hutan dan ayam biasa yang sering menjadi hiasan rumah orang-orang kaya. Dan, adalah Lasi, anak desa yang berayah bekas serdadu Jepang yang memiliki kecantikan khas---kulit putih, mata eksotis---membawa dirinya menjadi bekisar di kehidupan megah seorang lelaki kaya di Jakarta, melalui bisnis berahi kalangan atas yang tak disadarinya. Lasi mencoba menikmati kemewahan itu, dan rela membayarnya dengan kesetiaan penuh pada Pak Han, suami tua yang sudah lemah. Namun Lasi gagap ketika nilai perkawinannya dengan Pak Han hanya sebuah keisengan, main-main. Hanya main-main, longgar, dan bagi Lasi sangat ganjil. Karena tanpa persetujuannya, Pak Han menceraikannya dan menyerahkannya kepada Bambung, seorang belantik kekuasaan di negeri ini, yang memang sudah menyukai Lasi sejak pertama melihat wanita itu bersama Handarbeni. Lasi kembali hidup di tengah kemewahan yang datang serbamudah, namun sama sekali tak dipahaminya. Apalagi kemudian ia terseret kehidupan sang belantik kekuasaan dalam berurusan dengan penguasa-penguasa negeri. Di tengah kebingungannya itulah Lasi bertemu lagi dengan cinta lamanya di desa, Kanjat, yang kini sudah berprofesi dosen. Mereka kabur bersama, bahkan Lasi lalu menikah siri dengannya. Namun kaki-tangan Bambung berhasil menemukan mereka dan menyeret Lasi kembali ke Jakarta. Berhasilkah Kanjat membela cintanya, dan kembali merebut Lasi yang sedang mengandung buah kasih mereka? |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Tarian Dua Wajah S. Prasetyo Utomo, 2016-06-01 SINOPSIS Dewi Laksmi seperti ditakdirkan sebagai titisan terakhir Nyai Laras, leluhur di daerahnya yang pada masa silam menjadi penari istana yang amat tenar di seantero negeri. Syahdan, dalam perjalanannya sebagai penari, Laksmi kelak dipertemukan dengan Aji, keturunan Nyai Laras, yang sejak berusia satu tahun telah ditinggalkan oleh ibu dan ayahnya. Ayah Aji, Sukro, mendekam di penjara akibat terlibat kasus pembunuhan dan perampokan. Sementara sang ibu, Aya, memilih minggat ke luar pulau, menjadi penyanyi klub malam. Bagaimana kehidupan keturunan Nyai Laras dan bagaimana Dewi Laksmi bisa menjadi titisan penari legendaris itu? Dirajut dengan gaya cerita realis-imajinatif yang menjadi ciri khas cerita-cerita sang penulis, pembaca seolah dihanyutkan oleh alur cerita dan pertemuan para tokohnya yang tak terduga. Inilah novel tentang tari, pilihan jalan hidup, problem keluarga, cinta, keteguhan hati, spiritualitas, hingga mistik. Semua kisah itu diukir dengan kata-kata puitis dan disajikan dalam cerita yang apik, menawan, dan penuh inspirasi. ENDORSEMENT “Novel ini menghanyutkan perasaan dan emosi pembaca ke dalam arus dan pusaran cerita yang mengesankan sejak awal hingga akhir.” —Ahmad Tohari, Sastrawan, Penulis Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk “Gaya penulisan S. Prasetyo Utomo sangat unik dengan penggunaan kata-kata puitis yang ringan dan dapat mudah dicerna oleh pembaca. Proses pembentangan antara cinta dan maut digambarkan secara ganjil, lalu membawa kita ke akhir cerita yang mencengangkan.” —Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum, Dosen Pascasarjana Ilmu Pendidikan Bahasa Universitas Negeri Semarang, Kritikus Sastra “Novel ini menyajikan kisah yang dekonstruktif, dengan pertemuan-pertemuan tokoh yang tak terduga, tak tergapai, tak terbayangkan sebelumnya, tapi membangkitkan imaji pembaca.” —Prof. Dr. Teguh Supriyanto, M.Hum, Dosen Pascasarjana Ilmu Pendidikan Bahasa Universitas Negeri Semarang, Kritikus Sastra “Inilah novel dengan gaya penceritaan realisme plus, yang justru menjadi daya pikat setelah kita muak dengan kisah-kisah yang sok surealis.” —Triyanto Triwikromo, Sastrawan |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Ini dan Itu Indonesia Berthold Damshäuser, 2021 Buku ini merupakan bungai rampai tulisan Berthold Damshäuser, seorang Indonesianis dari Universitas Bonn di Jerman. Maka, tak terlalu mengherankan jika berbagai dari tulisannya adalah penelitian akademis yang bermutu tentang bahasa, sastra, dan budaya Indonesia. Yang mengherankan, juga memesonakan, adalah tulisannya yang lain dalam buku ini, mulai dari esai singkatnya tentang (bahasa) Indonesia yang unik, renungannya yang aneh, serta sebuah cerpen yang seru. Dan, semuanya ditulis dalam bahasa Indonesia yang bukan saja baik dan benar, tapi juga sangat hidup, terkadang bahkan puitis. Dengan buku ini, kita disuguhi Berthold Damshäuser dengan bahan yang asyik dan problematik untuk dipikirkan lebih jauh. Kita diajak tidak buru-buru tentram dalam kepastian atas hal-hal yang pada dasarnya belum pasti. Kita diajak menertawakan diri sendiri, tapi tak bisa marah karena yang mengajak justru sudah lebih dulu menertawakan dirinya sendiri. (Agus R. Sarjono) Tampaknya Berthold Damshäuser memang bukan terutama ingin mengajukan suatu sikap, melainkan mengajak pembaca untuk juga memikirkan apa yang sedang dipikirkannya, dan membiarkan mereka mengambil kesimpulan atau sikap sendiri. Dan, di situ tampak sekali sejumlah ironi yang membuat pembaca tersenyum, mengangguk-angguk, geleng-geleng kepala, atau merasa gemas dan gregetan. Dapatlah dikatakan bahwa dalam sebagian besar buku ini, Berthold Damshäuser sesungguhnya menggunakan disiplin sastra. (Jamal D. Rahman) Ada banyak kesungguhan dalam main-main, dan banyak main-main dalam kesungguhan. (Berthold Damshäuser) |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Pengkajian Prosa Fiksi (edisi revisi) Andri Wicaksono, Buku ini ditulis untuk dijadikan sebagai bahan bacaan, pegangan, buku ajar bagi mahasiswa jurusan bahasa-sastra, guru bahasa dan sastra, dan atau pembaca lainnya yang berminat untuk dapat menambah pengetahuan dan wawas-an tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengkajian prosa fiksi. Kehadiran buku ini dapat dianggap sebagai penambah khasanah keramaian teori apresiasi/kajian prosa fiksi. Hanya sayang, yang beredar sampai seberang nusa dan antara tidak banyak. Buku ini adalah sebuah usaha untuk membuat teori fiksi menjadi mudah dipahami dan menarik bagi sebanyak mungkin pembaca. Seperti yang coba diung-kapkan oleh buku ini, sebenarnya tidak ada ‘teori fiksi, dalam artian yang sebangun pada suatu teori teori tertentu atau kecenderungan yang muncul dari “tokoh, ahli, teori, paham tertentu” atau terapan pada fiksi apapun juga. Tidak satu pun dari bab per bab yang disebutkan dalam buku ini, mulai dari bagian pertama Bab I – III memuat pengantar, pendekatan, dan kajian fiksi; bagian kedua Bab IV – VIII berisi struktur intrinsik : tema, alur, tokoh, latar, sudut pandang, stilistika (untuk subbab ini dibahas pada buku yang berbeda); hingga bagian ketiga buku ini atau yang terakhir Bab IX berisi unsur ekstrinsik fiksi yang terbatas pada Nilai Pendidikan (religius, moral, budaya); yang benar-benar berurusan dengan tulisan ‘teori fiksi’ saja. Buku ini dicoba disusun dengan menggunakan bahasa yang lugas, pengertian dan sintesis dari teori-teori yang “terbaca dan terjangkau”, disertai contoh aplikatif dari beberapa karya yang barangkali fenomenal dan penting pada masanya. Kata yang tercetak dari teori untuk menjadi jenis bahasa ‘biasa’ yang selalu tersedia secara alamiah bagi semua orang, pun merupakan teori fiksi tertentu. Sepa-tutnya dipahami, teori apresiasi fiksi terbentuk lebih oleh impuls demokratis (bebas, manasuka-arbitrer) ketimbang elitis,sangkil. Pada titik ini, semoga ada dalam tingkat keterbacaan yang tidak membosankan bagi pembaca. Penerbit Garudhawaca |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Contekan Pintar Sastera Indonesia untuk SMP dan SMA Edy Sembodo, 2010-02-01 Contekan Pintar Sasta Indonesia ini bukanlah sembarang contekan. Contekan ini superkomplit membahas detail-detail sastra. Di dalamnya, kamu bisa menemukan sejumlah materi superpenting yang selalu diburu para kawula muda pencinta sastra. Ada menu spesial: kumpulan majas dan kamus peribahasa lho! Penyajiannya pun ringan dan dilengkapi dengan gambar. Jadi, contekan ini superwajib kamu punya. Ayo, tunggu apa lagi! Contekan ini mencakup pembahasan: Sejarah Sastra Prosa Puisi Drama Majas Peribahasa Kamus Peribahasa Roman dan Sastra Profil Sastrawan [Mizan, Hikmah, Referensi, Pelajaran, Indonesia] |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Nyanyian cinta Anif Sirsaeba, 2006 |
trilogi ronggeng dukuh paruk: AYAT-AYAT CINTA Habiburrahman El-Shirazy, 2005-05-30 Sebuah novel mega best seller Indonesia yang sangat fenomenal. Peraih penghargaan Novel Fiksi Dewasa terbaik tahun 2006. Difilmkan tahun 2008 dan menjadi box office. “Novel yang tidak klise dan tak terduga pada setiap babnya. Habiburrahman El-Shirazy dengan sangat meyakinkan mengajak kita menyelusuri lekuk Mesir yang eksotis itu, tanpa lelah. Tak sampai di situ, Ayat-ayat Cinta mengajak kita untuk lebih jernih, lebih cerdas, dalam memahami cakrawala keislaman, kehidupan, dan juga cinta,” Helvy Tiana Rosa, penulis. “Jarang ada buku seperti ini. Saya tidak yakin akan ada novel serupa dari penulis muda Indonesia lainnya; saat ini bahkan mungkin hingga beberapa puluh tahun ke depan. Begitu menyentuh. Begitu dalam. Dan, begitu dewasa,” Mohammad Fauzil Adhim, Psikolog dan penulis buku-buku best seller. Buku persembahan Republika Penerbit [Republika, bukurepublika, Penerbit Republika, novel remaja, novel islami] |
trilogi ronggeng dukuh paruk: Cendekia Berbahasa , |
Free Dentures for the Poor: Dental Schools and Free Clinics ...
Nov 28, 2024 · Having trouble finding affordable dentures? Find out all about free dentures and low-cost dentures, and the dental clinics and schools that offer them.
How to Get Free Dentures If You’re Low Income
Dec 23, 2024 · Discover the organizations and programs that can help you get free dentures if you're low income! We have found resources across America that can help.
11 Dental Assistance Programs for Dental Work - NewMouth
Mar 14, 2025 · Dental work can be expensive. Are you struggling to afford dental work? Learn about your options for financial assistance, from loans to government programs.
Free Dentures For Low-Income Adults (2025) - Denefits
Feb 6, 2025 · Discover how to get free dentures for low-income adults through dental schools, charities, and payment plans. Explore options for dental care in our blog.
Assistance Programs for Low-Income Individuals: How to Get ...
Oct 10, 2023 · Private Charities: Many private charities and non-profit organizations offer assistance programs for low-income individuals in need of dental care. These organizations …
Cómo obtener ayuda en Windows - Soporte técnico de Microsoft
Estas son algunas maneras diferentes de encontrar ayuda para Windows. Buscar ayuda: escribe una pregunta o unas palabras clave en el cuadro de búsqueda de la barra de herramientas …
Diez formas de obtener ayuda en Windows 11
Este artículo describe diez formas de obtener ayuda en Windows 11. La mayoría de estos métodos están aprobados por Microsoft y están integrados en el sistema operativo, pero hay …
How to Get Help in Windows 11: A Comprehensive Guide to Assistance …
Mar 18, 2025 · How to Get Help in Windows 11. If you’re new to Windows 11 or just need some guidance, getting help is easy! You can use built-in tools to troubleshoot issues, find tutorials, …
How to Get Help in Windows 11: A Step-by-Step Guide
May 9, 2024 · Following these steps will guide you on how to access the various help resources provided by Microsoft for Windows 11 users. These resources include the built-in ‘Get Help’ …
Cómo obtener ayuda en Windows 11: 15 Métodos efectivos
Paso 1: Use la tecla F1 para ayuda rápida. Presione el F1 clave mientras está en cualquier aplicación o en el escritorio. Esta acción generalmente abre un navegador web con resultados …
How to Get Help in Windows 11 - Acer Community
If you encounter a problem while using Windows 11 that you are unable to fix on your own, it is easy to get support from a number of sources. You can use the native Windows 11 Get Help …
How to Get Help in Windows 11? Try These Ways Here!
Jun 26, 2023 · If you wonder about how to get help in Windows 11, you come to the right place. Here, MiniTool shows you multiple ways to get help from Microsoft. Follow one of them when …
Guía completa para obtener ayuda en Windows 11 - Tuto Window
Apr 23, 2024 · Centro de ayuda de Windows: El primer paso para solicitar asistencia en Windows 11 es acceder al Centro de ayuda de Windows. Aquí encontrarás una amplia variedad de …
How to Get Help in Windows 11 (10 Methods) - TechViral
Below, we have shared different ways to get help with Microsoft’s new operating system – Windows 11. Let’s get started. 1. Use the Get Help App in Windows 11. Get Help is a system …
How to Get Help in Windows 11: Complete Guide
Feb 1, 2024 · Windows 11 is the latest operating system from Microsoft, offering a sleek and modern user interface. However, like any software, you may encounter issues or need …